Engagement turun, pola pencarian berubah, dan iklan tak lagi cukup. TikTok, Instagram, dan streaming merombak cara konsumen berinteraksi dengan brand. Bagaimana Anda bisa tetap terhubung dengan audiens?

Lanskap digital di Asia Tenggara terus berkembang pesat, dengan Indonesia berada di garis depan dalam adopsi media sosial, streaming, dan konsumsi hiburan digital. Laporan Digital 2025: Global Overview Report dari DataReportal menunjukkan bagaimana perubahan perilaku pengguna mulai membentuk strategi pemasaran dan branding di kawasan ini. Kami sebelumnya telah membahas perubahan perilaku konsumen di dunia digital secara umum berdasarkan laporan tersebut dan menemukan bahwa walaupun konsumsi meningkat, tingkat interaksi dan jangkauan iklan justru menurun. Dari pergeseran dominasi platform media sosial hingga meningkatnya konsumsi video pendek, berikut adalah gambaran besar tren yang perlu diperhatikan oleh para profesional pemasaran dan brand.
Media sosial: TikTok masih kuat, tapi ada pergeseran
TikTok tetap menjadi raja dalam hal waktu penggunaan, dengan pengguna Indonesia menghabiskan rata-rata 45 jam per bulan, jauh di atas rata-rata global 35 jam. Meski begitu, ada indikasi perubahan besar dalam jangkauan iklan platform ini. Dalam satu tahun terakhir, jangkauan iklan TikTok turun lebih dari 30% di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, sementara Vietnam mencatat penurunan drastis hingga 40%. Sebaliknya, Instagram justru mengalami kenaikan jangkauan iklan lebih dari 5% dan kini menjadi platform dengan ad reach terbesar di kawasan ini.
Penurunan engagement di Facebook dan Instagram juga terlihat, dengan Facebook masih mempertahankan posisi sebagai platform sosial terbesar tetapi mengalami penurunan interaksi yang cukup signifikan. Generasi muda (16-24 tahun) kini lebih banyak menggunakan Instagram dan TikTok untuk mencari produk dan layanan, menggeser dominasi pencarian berbasis mesin seperti Google.
Bagi brand, ini berarti strategi SEO tradisional saja tidak cukup. Kehadiran di media sosial kini menjadi bagian penting dari perjalanan pencarian konsumen. Konsumen tidak hanya mencari produk di Google, tetapi juga melalui Instagram, TikTok, dan bahkan YouTube. Ulasan dari influencer, testimoni pelanggan, dan video tutorial kini menjadi faktor utama dalam keputusan pembelian. Brand yang tidak beradaptasi dengan pola pencarian baru ini akan kehilangan pangsa pasar.
Streaming dan video: YouTube dan TikTok bersaing ketat
Di dunia hiburan digital, konsumsi video terus mendominasi. Laporan ini menemukan bahwa streaming menyumbang 44,5% dari total waktu menonton TV di Asia Tenggara, dengan pengguna lebih banyak menghabiskan waktu di layanan seperti Netflix, Disney+, dan YouTube. Namun, ada pola menarik: konsumsi video pendek di TikTok dan YouTube Shorts terus meningkat, dengan TikTok lebih unggul dalam keterlibatan audiens di Indonesia dibandingkan negara tetangga.
Pengguna di Indonesia juga lebih terbuka terhadap model streaming berbasis iklan, mengingat hanya 31,5% pengguna yang berlangganan layanan berbayar. Hal ini membuka peluang besar bagi brand untuk beriklan di platform streaming gratis atau freemium yang semakin populer di kawasan ini.
Apa artinya untuk brand dan pemasar?
Dengan lebih dari 65% konsumsi digital terjadi melalui perangkat seluler, pendekatan mobile-first sudah bukan pilihan, melainkan kebutuhan. Format video pendek semakin menjadi elemen kunci dalam strategi pemasaran, dengan TikTok dan YouTube Shorts sebagai kanal utama untuk menarik perhatian audiens.
Pergeseran perilaku ini juga menunjukkan bahwa social commerce semakin matang, dengan TikTok Shop dan Instagram Shopping mulai menjadi bagian integral dari pengalaman belanja online. Brand yang ingin tetap relevan perlu mengadopsi strategi omnichannel yang menghubungkan media sosial, e-commerce, dan pengalaman digital yang lebih interaktif.
Dengan meningkatnya pencarian produk di media sosial, brand harus lebih aktif dalam membangun kehadiran yang autentik. Ini bisa dilakukan dengan memperbanyak konten edukatif, kolaborasi dengan influencer, serta memanfaatkan format interaktif seperti polling dan live shopping untuk meningkatkan keterlibatan. Tidak cukup hanya mengandalkan iklan statis, brand harus menciptakan pengalaman yang menarik dan membangun hubungan jangka panjang dengan audiens.
Selain itu, dengan turunnya jangkauan iklan di beberapa platform sosial, pemasar perlu lebih mengandalkan strategi berbasis data untuk memahami pola perilaku audiens dan menyesuaikan pendekatan mereka. Format iklan berbasis interaksi seperti live shopping, iklan berbasis AI, dan kampanye influencer yang lebih autentik menjadi strategi yang patut dipertimbangkan ke depan.
Melangkah ke masa depan digital
Asia Tenggara, khususnya Indonesia, terus menunjukkan potensi besar dalam ekosistem digital global. Dari kebangkitan Instagram dalam dunia periklanan hingga dominasi TikTok dalam keterlibatan pengguna, pergeseran ini membawa peluang baru bagi brand dan pemasar.
Ke depan, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kehadiran di platform yang tepat, tetapi juga oleh kemampuan untuk menciptakan pengalaman yang lebih imersif bagi pengguna. Brand harus terus bereksperimen dengan format baru, seperti konten berbasis augmented reality (AR), strategi gamifikasi, serta pemasaran berbasis komunitas.
Menggunakan pendekatan berbasis data juga akan menjadi kunci dalam menavigasi persaingan digital yang semakin ketat. Brand yang mampu mengoptimalkan strategi pemasaran dengan wawasan yang mendalam tentang preferensi konsumen akan lebih mudah membangun loyalitas dan meningkatkan konversi.
Dengan strategi yang tepat, brand di Asia Tenggara tidak hanya bisa mengikuti tren, tetapi juga menjadi pemimpin dalam era digital yang terus berkembang.